Sabtu, 07 April 2012


PERKAMUSAN DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
kekayaan kosakata yang mempunyai jumlah kata yang tidak terbatas. Istilah kamus besar yang menjadi judul kamus bahasa Indonesia ini bukan semata-mata menyiratkan ukuran atau bobot fisiknya, melainkan lebih mempunyai makna yang bersangkutan dengan banyaknya informasi yang terkandung di penggalian ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta peradaban Indonesia. Bukan persoalan mudah bila kekayaan suatu bahasa sampai pada waktu tertentu yang disusun dalam lema lengkap dengan segala nuansa maknanya. Nuansa makna diuraikan dalam bentuk definisi, deskripsi, contoh, sinonim, atau parafrasa.
Penyusunan kamus merupakan proses yang panjang. Setiap tahap dalam proses itu merupakan kumulasi dari penelitian dan analisis bahasa serta kegunaan praktis kamus hasil proses sebelumnya. Sejarah leksikografi (perihal penyusunan kamus) di Indonesia dimulai dari daftar kata atau glosarium ke kamus-kamus dwibahasa kemudian ke kamus-kamus ekabahasa. Menurut catatan, karya leksikografi tertua dalam sejarah studi bahasa di Indonesia ialah daftar kata Cina-Melayu pada permulaan abad ke-15 (Chaer, 2007 :191), yang berisi 500 lema.
Sejarah perkamusan dinegeri ini terus berkembang dari masa kemasa. Saat ini terdapat berbagai ragam karya leksikografi yang berkembang di Indonesia, baik itu termasuk kamus ekabahasa maupun dwibahasa untuk menjelaskan makna bahasa asing kedalam bahasa Indonesia. Banyak ditemukan di toko-toko buku berbagai ragam kamus seperti, Jepang, Perancis, Italia, Mandarin, Inggris, Arab, Sepanyanyol, dll.
Pengembangan bahasa itu antara lain meliputi penelitian, pembakuan, dan pemeliharaan. Menurut Samuel Johnson, bapak leksikografi Inggris dan penyusunn Dictionary of Language (1755), menyatakan bahwa kamus berfungsi untuk menjaga kemurnian bahasa. Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Noah Webster, bapak leksikografi Amerika yang menyusun An American Dictionary of the English Language (1876), kamus  yang menurunkan beberapa generasi kamus yang memakai nama Webster di Amerika. Pembuatan kamus adalah salah satu cara pengembangan bahasa dan hasil kodifikasi bahasa yang menjadi bagian dari pembakuan bahasa tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Mendeskripsikan Sejarah Perkamusan di Indonesia
2. Mendeskripsikan Bentuk dan Jenis-jenis Kamus
3. Mendeskripsikan Fungsi dan Penggunaan kamus
4. Mendeskripsikan  Kendala Pengembangan Kamus di ndonesia
1.3. TUJUAN
1. Mengetahui Sejarah Perkamusan di Indonesia
2. Mengetahui Bentuk dan Jenis-jenis Kamus
3. Mengetahui Fungsi dan Penggunaan kamus
4. Mengetahui Kendala Pengembangan Kamus di ndonesia



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SEJARAH PERKAMUSAN DI INDPNESIA.
Sjarah penyusunan kamus tidak terlepas dari ideology yang melatarbelakangi terbitnya kamus itu. Samuel jhonson, bapak lekssiko grafi inggris, penyusun kamus Dictionary of the englis Language berpendapat bahwa sebuah kamus berfungsi menjaga kemurnian bahasa (Chaer, 2007 : 190). Keadaan dunia perkamusan di Indonesia tidak sama dengan yang terjadi di negara-negara maju di dunia. Sejarah leksikografi di Indonesia dimulai dengan adanya catatan kosakata yang kurang lebih berjumlah 500 buah lema, Daftar Kata Cina Melayu, yang ditulis pada awal abad ke-15. Selanjutnya, pada tahun 1522, seorang pakar bahasa yang mengikuti pelayaran Magelheans mengelilingi dunia bernama Pigafetta menulis Daftar Kata Italia Melayu.
Kamus tertua dalam sejarah leksikografi Indonesia adalah Spraek ende woor-boek, Inde Malayshe ende Madagaskarche Taen Met Vele Arabische ende Tursche Woorden (1603) karangan Frederick de Houtman dan Vocabularium offe Woortboek naerorder vanden Alphabet in’t Duystch-Maleys Duytch (1623) karangan Casper Wiltens dan Sebastian Danckaerts. Kedua kamus Melayu tersebut jelas lebih tua daripada Lexicon Javanum (1706) yang disimpan di perpustakaan Vatikan dan dianggap sebagai kamus Jawa tertua dan lebih tua daripada kamus Sunda tertua, Nederduitsch-Maleisch en Soendasch Woordenboek (1841) yang ditulis oleh A. de Wilde. Selanjutnya, ada pula kamus bahasa asing-bahasa Melayu karya R. O. Winstedt, An Unbridged Malay-English Dictionary (cetakan ke-3, 1960) dan A Malay-English Dictionary karya R. J. Wilkinson (part I, 1901). Selain itu, disusun pula kamus yang berjudul A Dictionary of the Malayan Language yang disusun oleh William Marsden. Kamus ini disusun dalam dua bagian, yaitu Melayu-Inggris dan Inggris-Melayu.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa perkamusan di Indonesia dimulai dari kamus-kamus dwibahasa, berbeda dengan di Eropa dan Amerika yang dimulai dari kamus-kamus ekabahasa. Pada zaman kolonial, kamus dwibahasa yang disusun pada umumnya, yakni bahasa asing-bahasa Nusantara atau sebaliknya, bahasa Nusantara-bahasa asing. Bahasa Nusantara tersebut seperti bahasa Jawa, Sunda, Melayu, dan Bali. Hanya terdapat satu kamus dwibahasa Nusantara, yaitu kamus yang pertama kali dibuat oleh orang Indonesia, yakni Baoesastra Melajoe-Djawa (1916) karangan R.Sastrasoeganda.
Kamus ekabahasa yang pertama dibuat oleh orang Indonesia adalah Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamoes Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga Penggal yang Pertama yang disusun oleh Raja Ali Haji dari Riau. Selain itu, dalam bahasa Jawa terdapat Baoesastra Djawa (1930) yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta, C.S. Hardjasoedarma, dan J.C. Poedjasoedira. Dalam bahasa Sunda terdapat Kamoes Bahasa Soenda (1948) yang disusun oleh R.Satjadibrata. Kedua kamus bahasa daerah ini dianggap sebagai pelopor kamus ekabahasa di kedua bahasa tersebut.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 dan dengan adanya semangat Sumpah Pemuda 1928, serta dijadikannya bahasa Indonesia dalam UUD 1945 sebagai bahasa negara, usaha-usaha untuk memantapkan dan menyebarluaskan bahasa Melayu-Indonesia semakin marak. Ketika itu, banyak diterbitkan baik kamus ekabahasa bahasa Indonesia maupun buku kamus istilah. Selain itu, juga terbit kamus bahasa daerah-bahasa Indonesia atau kamus bahasa Indonesia-bahasa daerah. Kamus-kamus yang pernah ada hingga tahun 1976 dapat dilihat dalam buku Bibliografi Perkamusan Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa tahun 1976.
Perkamusan di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu perkamusan Indonesia sebagai hasil kerja pribadi, perkamusan Indonesia yang dilaksanakan di luar negeri, dan perkamusan oleh Pusat Bahasa. Perkamusan Indonesia sebagai hasil kerja pribadi mempunyai arti penting dalam perkembangan dan pengembangan bahasa Indonesia, baik dalam format kecil maupun besar. Kamus berformat besar di antaranya Kamus Indonesia, E. St. Harahap (cetakan ke-9, 1951), Kamus Bahasa Indonesia, Hasan Noel Arifin (1951), Kamus Modern Bahasa Indonesia, St. Moh. Zain, dan Kamus Umum Bahasa Indonesia, W. J. S. Poerwadarminta.
Adapun kamus yang berformat kecil yang disusun dengan tujuan terbatas, antara lain Logat Kecil Bahasa Indonesia oleh W. J. S. Poerwadarminta (1949), Kamus Bahasaku oleh B. M. Nur (1954), Kamus Saku Bahasa Indonesia oleh Reksosiswojo, dkk. (1969), Kamus Bahasa Indonesia untuk Remaja oleh Ali Marsaban, dkk. (1974), Kamus Sinonim Bahasa Indonesia oleh Harimurti Kridalaksana (1974), Kamus Idiom Bahasa Indonesia oleh Abdul Chaer (1982), dan Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia oleh Abdul Chaer (1997). Muncul pula kamus-kamus bahasa daerah dengan penjelasan bahasa Indonesia, seperti Kamus Dialek Jakarta oleh Abdul Chaer (1976), Kamus Jawa Kuno-Bahasa Indonesia oleh L. Mardiwasito (1978), Kamus Bahasa Bali oleh Sri Reski Anandakusuma (1986), dan Kamus Bahasa Malaysia-Indonesia oleh Abdul Chaer (2004).
Dengan maraknya penelitian bahasa Indonesia di luar negeri, muncullah kamus-kamus bahasa Indonesia-bahasa asing atau sebaliknya, bahasa asing bahasa Indonesia. Kamus-kamus tersebut misalnya Dictionaire Indonesien-Franḉais (1984) karangan P. Labrouse yang terbit di Perancis, An Indonesian-English Dictionary (1963) dan An English Indonesian-Dictionary (1975) karangan John M. Echols dan Hassan Shadily yang terbit di Amerika, Comtempporary Indonesian-English Dictionary (1981) karangan A. Edi Schmidgall Tellings dan Alan M. Stevens, Kamus Baru Bahasa Indonesia-Tionghoa (1989) karangan Liang Liji yang terbit di Republik Rakyat Cina, Kamus Besar Bahasa Indonesia-Rusia (1990) karangan R.N. Rorigidskiy yang terbit di Rusia, serta Indonesiech-Nederlands Woordenboek karangan A. Teeuw yang terbit di Belanda. Selain itu, terbit pula kamus bahasa Melayu di Malaysia yaitu Kamus Dewan (1970) karya Teuku Iskandar dan Kamus Lengkap (1977) karya Awang Sudjai Hairul.
Selain kamus-kamus di atas, muncul pula kamus-kamus bahasa daerah. Kamus-kamus bahasa daerah yang muncul di Indonesia juga ikut mewarnai perkembangan sejarah perkamusan di Indonesia. Kamus-kamus yang bahasa daerah yang muncul di antaranya dalam bahasa Aceh, Gayo, Batak, Minangkabau, Rejang, Nias, Madura, Sunda, dan Jawa.
Kamus bahasa Aceh yang terbit pada masa-masa awal perkembangan leksikografi di Indonesia adalah Woordenboek der Atjehsche taal (1889) karangan Van Langen, Atjehsch-Nederlandsch Woordenboek (1934) karangan Hoesein Djajadiningrat, Kamus Aceh Ringkas Atjehsch Handwoordenboek (1931) karangan Kreemer, Nederlandsch-Atjehsche Woordenlijst (1906) karangan Veltman, dan sebagainya.
Kamus dalam bahasa Gayo dirintis oleh Snouck Hurgronje. Berdasarkan catatan tersebut disusunlah kamus Gayo yang dikembangkan oleh Njaq Poeteh dan Aman Ratoes serta dibantu oleh dua orang Gayo. Hasil penelitian dan kerja mereka tersebut menghasilkan Gajosch-Nederlandsch Woordenboek met Nederlansch-Gajosch Register (1907).
Kamus dalam bahasa Batak diawali oleh H.N. van der Tuuk. Kamus yang disusun adalah kamus bahasa Batak Toba, Batak Dairi, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Van der Tuuk menyusun kamus berjudul Bataksch-Nederduitsch Woordenboek (1861). Kamus bahasa Batak yang lainnya adalah kamus yang disusun oleh J. Warneck dan berjudul Tobabataksch-Deutsch Worterbuch (1906). M. Joustra juga menulis kamus bahasa batak dengan ditulis dengan abjad Romawi yang berjudul Batak Karo-Nederlandsch Woordenboek (1907) yang kemudian direvisi oleh J.H. Neumann pada tahun 1951.
Kamus bahasa Melayu dan Minangkabau disusun oleh Van der Toorn dengan judul Minangkabau-Maleisch-Nederlandsch Woordenboek (1891) yang penyusunannya berdasarkan abjad Melayu-Arab serta menggunakan tulisan Arab dan Romawi. Kamus bahasa Rejang, menurut catatan Marsden yaitu glosarium yang disusun oleh Hasselt (1881) dan daftar kata Maleisch-Redjangsch Woordenlijst (1926) yang disusun oleh Wink.
Kamus bahasa Nias adalah kamus Jerman-Nias Deutsch-Niassisches Worterbuch (1892) dan kamus Nias-Jerman Niassisch-Deutsches Worterbuch (1905) yang disusun oleh Sundermann. Selain itu, ada juga kamus Nias-Melayu-Belanda, Niasch-Maleisch-Nederlansch Woordenboek (1887) yang disusun oleh Thomas dan Teylor Weber.
Kamus bahasa Madura diawali dengan kamus yang disusun oleh Kiliaan yang berjudul Nederlansch-Madoereesch Woordenboek (1898). Kemudian, Penniga dan Hendriks menyusun kamus Madura-Belanda, Practisch Madurees-Nederlandsch Woordenboek (1913). Kamus bahasa Sunda diawali dengan penerbitan kamus yang disusun oleh Jonathan Rigg pada tahun 1862. Pada tahun 1887 Oosting menerbitkan kamus Belanda-Sunda, Nederduitsch-Soendasch Woordenboek. Greedink dan Coolsma melanjutkan perkamusan bahasa Sunda. Greedink menerbitkan kamus yang terdiri atas 400 halaman dan Coolsma yang didukung oleh Van der Tuuk pada tahun 1944.
Kamus bahasa Jawa tertua adalah Lexicon Javanum (1706) yang tidak diketahui penyusunnya. Selain itu, ada pula Kamus Jawa yang disusun oleh Roorda, Kamus Kawi-Jawa yang disusun oleh Winter dan diterbitkan oleh Van der Tuuk, Kamus Kawi-Bali-Belanda yang disusun oleh Van der Tuuk dan diterbitkan oleh Brander dan Rinkes pada tahun 1912.
Selain kamus-kamus dalam bahasa daerah seperti yang telah dipaparkan di atas, terdapat pula kamus-kamus yang merupakan buku-buku referensi mengenai berbagai macam bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan yang disusun secara alfabetis. Semakin berkembangnya kehidupan dan ilmu pengetahuan, kamus semacam ini juga semakin banyak beredar di masyarakat. Kamus-kamus seperti ini misalnya Kamus Istilah Kimia dan Farmasi (1976) oleh ITB, Kamus Istilah Ilmu dan Teknologi (1976) oleh H. Johannes, Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia (1976) oleh J.S. Badudu, Kamus Linguistik Indonesia (1982) oleh Harimurti Kridalaksana, Kamus Peribahasa (1987) oleh Sarwono Pusposaputro, Kamus Singkatan dan Akronim Baru dan Lama (1991) oleh Ateng Winarno, Kamus Biologi (1999) oleh Mien A. Rifai, Kamus Kimia (1999) oleh Hadyana Pudjaatmaka, Kamus Fisika (2000) oleh Liek Wilardjo, dan sebagainya.
2.2. BENTUK DAN JENIS-JENIS KAMUS
A.    Berdasarkan Penggunaan Bahasa
1.      Kamus Ekabahasa
Kamus ini hanya menggunakan satu bahasa. Kata-kata(entri) yang dijelaskan dan penjelasannya adalah terdiri daripada bahasa yang sama. Kamus ini mempunyai perbedaan yang jelas dengan kamus dwibahasa kerana penyusunan dibuat berasaskan pembuktian data korpus. Ini bermaksud definisi makna ke atas kata-kata adalah berdasarkan makna yang diberikan dalam contoh kalimat yang mengandung kata-kata berhubungan. Contoh bagi kamus ekabahasa ialah Kamus Besar Bahasa Indonesia (di Indonesia) dan Kamus Dewan di (Malaysia).
2.      Kamus Dwibahasa
Kamus ini menggunakan dua bahasa, yakni kata masukan daripada bahasa yang dikamuskan diberi padanan atau pemerian takrifnya dengan menggunakan bahasa yang lain. Contohnya: Kamus Inggris-Indonesia, Kamus Dwibahasa Oxford Fajar (Inggris-Melayu;Melayu-Inggris)
3.      Kamus Aneka Bahasa
Kamus ini sekurang-kurangnya menggunakan tiga bahasa atau lebih. Misalnya, kata Bahasa Melayu Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin secara serentak. Contoh bagi kamus aneka bahasa ialah Kamus Melayu-Cina-Inggris Pelangi susunan Yuen Boon Chan pada tahun 2004

B.     Berdasarkan Isi

Berdasarkan isinya kamus dibedakan sebagai berikut

1.      Kamus lafal, adalah kamus berisi lema-lema yang disusun dari a sampai z, disertai dengan petunjuk cara mengucapkan lema-lema tersebut dan tidak ada keterangan lain.
2.      Kamus ejaan , adalah kamus yang mendaftarkan lema dengan ejaan yang benar, sesuai dengan pedoman ejaan, serta pemenggalan kata atas suku katanya.
3.      Kamus sinonim, adalah kamus yang penjelasan makna lemanya hanya berupa sinonim (persaaman kata) dari kata-kata tersebut, baik dalam bentuk sebuah kata maupun dalam bentuk gabungan kata.
4.      Kamus antonym, adalah kamus yang penjelasan lemanya dalam bentuk kata yang merupakan kebalikanya, lawanya, atau kontrasnya.
5.      Kamus homonym, adalah kamus yang mendaftar bentuk-bentuk yang berhomonim beserta dengan makna atau penjelasan konsepnya.
6.      Kamus ungkapan atau idiom, adalah kamus yang memuat satuan-satuan bahasa berupa kata atau gabungan kata yang maknaya tidak dapat di prediksi dari unsure-unsur pembentuknya, baik secara leksikal maupun gramatikal.
7.      Kamus singlatan atau akronim, adalah kamus yang hanya memuat singkatan kata dan akronim yang ada dalam satu bahasa.
8.      Kamus etimologi, adalah kamus yang penjelasan lemanya bukan mengenai makna, melainkan mengenai asal usul kata itu, serta perubahan-perubahan bentuknya.
9.      Kamus istilah, adalah kamus yang hanya memuat kata-kata atau gabungan kata yang menjadi istilah dalam suatu bidang ilmu atai kegiatan tertentu.
C.     Berdasarkan Ukurannya
Yang dimaksud dengan ukuran di sini adalah tebal-tipisnya sebuah kamus. Tebal tipisnya tentu berkaitan tentu berkaitan dengan banyaknya lema yang disajikan dan banyak sedikitnya informasi yang diberikan (Chaer, 2007:198). Maka  berdasarkan ukuranya dapat dibedakan sebagai berikut :
1.      Kamus Besar, adalah kamus yang memuat semua kosa kata termasuk gabungan kata, idiom, ungkapan, pribahasa, akronim, singkatan, dan semua bentuk gramatika dari bahasa tersebut, baik yang masih digunakan maupun yang sudah arkais (tidak digunakan lagi atau tua). Merupakan dokumentasi kebahasaan yang paling lengkap dan dapat dijadikan acuan untuk menyusun kmus-kamus lain yang sifatnya terbatas, baik terbatas lemanya maupun terbatas penjelasanya.
2.      Kamus Terbatas, adalah kamus besar semua kata yang ada dalam suatu bahasa didaftarkan sebagai lema, maka dalam kamus terbatas ini jumlah kata yang dimasukan sebagai lema dibatasi, begitu juga dengan makna dan keterangan-keterangan lain dibatasi. kamus terbatas ini di klompokan sebagai berikut :
1.      Kamus Saku, atau juga disebut dengan kamus kantong karena ukurannya yang kecil dan tidak tebal sehinga dapat dimasukan kedalam saku baju. Kata-kata yang didaftarkan sebagi lema hanyalah kata-katadasar (basic vocabulary) dari bahasa yang dikamuskan, begitu juga dengan penjelasannya hanya berupa padanan atau sinonom dari kata tersebut.
2.      Kamus Pelajar, merupakan kamus terbatas yang jumlah lemanya ditentukan oleh tingkat pendidikan dimana kamus itu digunakan.
D.    Kamus yang Ideal
Dalam dunia leksikografi disadari benar bahwa tidak aka nada kamus yang sempurna, yang dapat memberikan informasi apa saja mengenai kata dan makna. Meskipun dikatakan seerti itu, namun pabila hal-hal berikut ada didalam kamus maka dapat dikatakan bahwa kamus tersebut adalah kamus yang baik, yang ideal, atau yang bisa diharapkan (Chaer, 2007 : 206).
1.      Kelengkapan Lema, adalah semua kata suatu bahasa baik nonmorfemis maupun yang poli morfemis, didaftarkan didalam sebuah kamus baik kamus ekabahasa maupun kamus dwibahasa.
2.      Sistematik Susunan Lema
Sistematik susunan lema mudah diikuti. Lema dalam setiap kamus biasanya, dan sudah seharsnya, disusun menurut abjad.
3.      Glossnya Lengkap, Tepat, dan Jelas
Yang dimaksud dengan gloss adalah makna atau penjelasan terhadap suatu lema atau sublema.
4.      Petunjuk Lafal dan Ejaan, kamus yang baik harus memberi informasi mengenai lafal atau cara mengucapkan sebuah kata. Didalam kamus bahasa inggris adanya petunjuk lafal ini merupakan keharusan karena ejaan bahasa inggris sangat tidak konsisten. Sedangkan didalam kamus bahasa Indonesia, tampaknya kurang perlu karena ejaan bahasa Indonesia sangat sempurna dan konsisten dalam penggunaan huruf.
5.      Informasi Kategori Kata, informasi ini sangat diperlukan dalam kegiatan ketatabahasaan maupun pengajaran bahasa. Namun, penentuan kategori kata dalam bahasa Indonesia tampaknya cukup bermasalah.
6.       Informasi Fariasi Kata, dalam praktik berbahasa, banyak kata yang mempunyai variasi bentuk dilihat dari segi ucapan, ejaan, mauun kedaerahan.
7.      Informasi Asal-usul Kata, terutama mengenai kata serepan, hal ini dilakukan agar orang mengetahui dari mana kata-kata itu diambil atau diserap.
8.      Informasi Bidang Pemakaian, kata-kata terutama yang masihbersifat istilah, perlu diberi informaasi bidang penggunaanya.
9.      Informasi Wilayah Pemakaian, banyak sinonim yang berbeda wilayah atau daerahpemakaiannya, sehingga perlu diinformasikan daerah pemakainnya
10.  Informasi Kelas Sosial, ada sejumlah kata bersinonim yang digunkan dalam kelas sosial masyarakat yang berbeda, agar orang tidak salh menggunakannya.
11.  Informasi Kata-kata Baku, baku dan tidaknya sebuah kata bisa berkenaan dengan lafal, ejaan, atau kedaerahan.

2.3.      FUNGSI DAN ENGGUNANA KAMUS
Kamus merupakan hasil akhir dari kerja leksikografi adalah menghimpun semua kosa kata yang ada dalam suatu bahasa. Karena kosa kata meruakan wadah penghimpunan konsep budaya maka kamus berfungsi menampung konsep-konsep budaya dari masyarakat atau bangsa penutur bahasa tersebut (Chaer, 2007 :184). Hal tersebut juga sejalan dengan ismail (http://fitriaapriliaismail.blogspot.com, 2011) bahwa Fungsi utama kamus adalah sebagai media penghimpun konsep-konsep budaya. Selain itu, kamus juga berfungsi praktis, seperti sarana mengetahui makna kata, sarana mengetahui lafal dan ejaan sebuah kata, sarana untuk mengetahui asal-usul kata, dan sarana untuk mengetahui berbagai informasi mengenai kata lainnya.
Fungsi dan penggunaan praktis dari kamus yaitu :
1.      Makna Kata, pada umumnya orang membuka kamus untuk mengetahui makna atau arti sebuah kata yang belum diketahuiinya atau yang masih meragukannya.
2.      Lafal Kata, menjelaskan lafal atau ucapan sebuah kata yang baku dan yang tidak baku.
3.      Ejaan kata, member petunjuk bagaimana ejaan yang benar dari setiap kata.
4.      Penyukuan kata, mengetahui cara pemenggalan sebuah kata atau suku kata
5.      Kebakuan kata, mengetahui penggunaan kata baku dan kata tidak baku.
6.      Informasi lain-lain, member informasi mengenai kata, asal-usul kata, kategori gramatikal kata, bidang pemakaian kata dan pilihan penggunaan kata.
7.      Sumber istilah, untuk mencari istilah-istilah penting ketika seseorang akan membuat suatu konsep dalam suatu bidang keilmuan.

2.4.   KENDALA PENGEMBANGAN KAMUS DI INDONESIA
Dalam penyusunan kamus, melalui berbagai tahap sehingga menjadi sebuah kamu yang berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam tahap-tahap tersebut mengalami berbagai kendala atau masalah yang muncul yakni sebagai berikut :
1.      Kendala dari segi Tujuan Kamus
Kamus disusun bukan untuk bahan bacaan semata, melainkan untuk menambah pengetahuan yang sebelumnya belum pernah diketahui. Kamus ini ditujukan pada siapa dan seberapa besar ruang lingkupnya. Ruang lingkup tersebut terdiri dari  lema-lema yang dimuat, dan makna atau definisi yang terdapat dalam kamus. Sedangkan masalah yang dihadapi pada tahap ini adalah kerumitan dalam penyusunan kamus yang tidak terkonsep.
2.      Kendala dari segi Korpus Data
Korpus data menyangkut masalah substansi bahasa sumber, bahasa sasaran, dan ruang lingkup. Apabila bahasa sumbernya belum mempunya ragam bahasa tulis, dapat dilakukan dengan cara merekam bahasa tersebut dari pertuturan yang dilakukan oleh para penutur bahasa. Setelah perekaman tersebut selesai, maka langkah selanjutnya adalah mentranskipsikan kedalam bentuk bahasa tulis. Kesalahan dalam mengambil korpus data akan menyebabkan kamus yang disusun tidak mencapai sasaran, atau tidak berguna.
3.      Kendala dari segi Pengumpulan Data
Masalah dalam pengumpulan data, seperti penyusunan kamus ekabahasa bahasa Indonesia. Maka data yang diambil berupa kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan lain-lain. Selain masalah yang tersebut di atas terdapat juga masalah yakni adanya bentuk-bentuk berkenaan dengan variasi ucapan dan perbedaan ejaan.
4.      Kendala dari segi Lema dan Sublema
Lema atau entri dalam bahasa indonesia berupa morfem dasar, baik yang bebas ataupn yang terikat. Sedangkan sublema atau subentri berupa bentuk turunan, baik yang berimbuhan, yang berulang, maupun yang berkomposisi. Masalah lema dan sublema ini akan muncul jika akan disusun atau didaftarkan di dalam kamus.
5.      Kendala dari segi Masalah Makna
Dalam pemberian makna banyak masalah yang timbul seperti :
a.       Patokan yang menyatakan bahwa sebuah kata telah diberi makna atau definisi dengan jelas.
b.      Sukar memberi makna untuk kata krja
c.       Banyak kata yang maknanya di satu tempat tidak sama dengan tmpat yang lain.
d.      Banyak kata yang maknanya telah berubah, baik meluas maupun menyempit.
6.      Kendala dari segi Label-label Informasi
a.       Menentukan kelas kata sebuah kata bahasa indonesia tidak mudah
b.      Kata-kata yang masih terasa asing dalam bahasa ilmiah perlu diberi keterangan mengenai asal-usul.
c.       Pemakaian kata-kata istilah harus jelas.



BABB III
PENUTUP
3.1.   KESIMPULAN
Secara umum fungsi kamus adalah untuk membantu seseorang dalam mengetahui makna atau istilah-istilah dalam ilmu kedokteran, pertanian, perternakan, dan lain-lain. Dalam penyusuna kamus juga terdapat kendala-kendala yakni, dapat dilihat dari segi tujuan kamu, korpus data, pengumpulan data, lema dan sublema, masalah makna, dan label-label informasi. Sedangkan kamus memiliki jenis-jenisnya berdasarkan bahasa sasarannya yakni kamus ekabahasa, kamus dwibahasa dan kamus aneka bahasa. Sedangkan berdasarkan ukurannya yakni kamus besar dan kamus terbatas. Kamus terbatas terdiri dari kamus saku dab kamus pelajar. Berdasarkan isinya terdiri dari Kamus Lafal, kamus ejaan, kamus sinonim, kamus antonim, kamus homonim, kamus ungkapan/akronim, kamus etimologi, dan kamus istilah.
Kamus merupakan buku atau sumber acuan yang memuat kata atau ungkapan yang biasanya disusun secara alfabetis dengan keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya. Idealnya, sebuah kamus memuat perbendaharaan kata yang tidak terbatas jumlahnya. perkamusan di Indonesia tidak sama dengan yang terjadi di negara-negara maju di dunia. Sejarah leksikografi di Indonesia dimulai dengan adanya catatan kosakata yang kurang lebih berjumlah 500 buah lema, Daftar Kata Cina Melayu, yang ditulis pada awal abad ke-15. Selanjutnya, pada tahun 1522, seorang pakar bahasa yang mengikuti pelayaran Magelheans mengelilingi dunia bernama Pigafetta menulis Daftar Kata Italia Melayu.
3.2.   SARAN
Diharapkan para pembaca dapat mengetahui dan memahami sejarah perkamusan di Indonesia, jenis-jenis kamus, fungsi kamus serta kendala-kendala dalam pengembangan kamus di Indonesia.
                  


DAFTAR PUSTAKA
Chaer Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Lima, pandawa. 2011. Makalah leksikografi. http://genkpendawa.blogspot.com