Rabu, 28 Desember 2011

punakawan

Kuberi kau suara
Kau rampok jiwaku juga
Kuberi kau percaya
Tapi kau berfoya-foya Kukira kau mengabdi
Nyatanya malah menyakiti
Kau tega buang nurani
Tugas suci dikhianati

semar.jpg (10047 bytes)gareng.jpg (10302 bytes)bagong.jpg (8327 bytes)petruk.jpg (11563 bytes)

1. Punakawan adalah karakter yang khas dalam wayang Indonesia. Mereka melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter punakawan terdiri atas Semar, Gareng, Bagong, dan Petruk. Dalam wayang Bali karakter punakawan terdiri atas Malen dan Merdah (abdi dari Pandawa) dan Delem dan Sangut (abdi dari Kurawa)

1. Punakawan is a unique type of character in Indonesian shadow theatre. They generally represent the commoners. The characters of Punakawan indicate various roles, such as the  warrior advisors, the entertainers, social critics, and clowns, a further source of truth and wisdom. In Javanese wayang, the punakawan characters consist of Semar, Gareng, Bagong, and Petruk. In Balinese wayang in the other hand, the character consist of Malen and Merdah (the maids of Pandawa) and Delem and Sangut (the maids of Kurawa)

Indonesian
2. Semar adalah pengasuh dari Pendawa. Alkisah, ia juga bernama Hyang Ismaya. Mekipun ia berwujud manusia jelek, ia memiliki kesaktian yang sangat tinggi bahkan melebihi para dewa.
3. Gareng adalah anak Semar yang berarti pujaan atau didapatkan dengan memuja. Nalagareng adalah seorang yang tak pandai bicara, apa yang dikatakannya kadang- kadang serba salah. Tetapi ia sangat lucu dan menggelikan.  Ia pernah menjadi raja di Paranggumiwang dan bernama Pandubergola. Ia diangkat sebagi raja atas nama Dewi Sumbadra. Ia sangat sakti dan hanya bisa dikalahkan oleh Petruk.
4. Bagong berarti bayangan Semar. Alkisah ketika diturunkan ke dunia, Dewa bersabda pada Semar bahwa bayangannyalah yang akan menjadi temannya. Seketika itu juga bayangannya berubah wujud menjadi Bagong. Bagong itu memiliki sifat lancang dan suka berlagak bodoh. Ia juga sangat lucu.
 5. Petruk anak Semar yang bermuka manis dengan senyuman yang menarik hati, panda berbicara, dan juga sangat lucu.  Ia suka menyindir ketidakbenaran dengan lawakan-lawakannya.  Petruk pernah menjadi raja di negeri Ngrancang Kencana dan bernama Helgeduelbek. Dikisahkan ia melarikan ajimat Kalimasada. Tak ada yang dapat mengalahkannya selain Gareng.

Semar
semar.jpg (10047 bytes)


Gareng
gareng.jpg (10302 bytes)

Bagong
bagong.jpg (8327 bytes)

Petruk
petruk.jpg (11563 bytes)

English
2. Semar is the care-giver of Pandawa. His name is also Hyang Ismaya. Even though his appearance is so ugly, he has a supernatural ability that is greater than the gods'.

3. Gareng is one of Semar's sons which means he is revered.   Nalagareng cannot speak well; furthermore, whatever he says can be totally wrong. However, he is a very funny and hilarious man. He has been a king of Paranggumiwang and has a name Pandubergola. He was elected to be a king in the name of Dewi Sumbadra. He is so powerful and can only be defeated by Petruk.


4. Bagong means shadow of Semar. When Semar was sent to the earth, the gods stated that his shadow became his friend. Suddenly, his shadow was transformed to be Bagong. Bagong has unique personality: he is assertive and like to pretend to be stupid. He is also so funny.

5. Petruk is Semar's son with the sweet face and smile. He is a smart speaker and a funny man. He likes to ridicule atrocity with his comedy. Petruk has been a king at the state of Ngrancang Kencana and is named Helgeduelbek. In one story, he took the Kalimasada amulet. Nobody can defeat him except Gareng.










Selasa, 20 Desember 2011

PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK

PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK
Perkembangan moral merupakan suatu yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan manusi dalam berinteraksi dengan orang lain. Sehingga pengalaman berinteraksi dengan orang lain menjadi pemicu dalam memahami tentang prilaku mana yang baik dikerjakan dan yang tiadak baik dikerjakan. Selain itu perkembangan moral juga terjadi karena proses penguatan, penghukuman, dan peniruan.  penggambaran atau pembagian struktur kepribadian manusia itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, ide, ego dan super ego. Sehingga seseorang yang bermoral yaitu seseorang yang menerima dan menaati sistem peraturan yang ada serta bertindak sesuai atas penilaian baik burknya sesuatu. Moral bagi seorang remaja merupakan suatu kebutuhan yang penting, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangakan hubungan personal yang harmonis dan menghindari konflik-konflik yang terjadi pada masa transisi. Perkembangan spiritualitas adalah perkembangan kualitas atau sifat dasar dalam berhubungan dengan diri sendiri orang lain, tuhan, dan alam serta kebutuhan terdalam dari diri seseorang untuk menemukan identitas dan makna hidup yang penuh arti. Dan terjadinya perkembangan spiritual atau kepercayaan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Dimana proses terjadinya secara bertahap melalui tahapan-tahapan, priml faith atau kepercayaan terpenting, intuitive-projective atau berdasarkan sifat proyeksi, mythic-literal faith atau mengartikan karakter kepercayaan, synthetic-conventional faith atau meniru kepercayaan adat, individuative- reflective faith atau individu dalam membayangkan kepercayaan. Conjunctive-faith atau kesadaran akan keterbatasan. Dan universalizing faith atau perasaan ketuhanan.
Kata Kunci : Perkembangan moral, pengalaman berinteraksi, proses penguatan, penghukuman, dan peniruan, struktur kepribadian manusia, seseorang yang bermoral, Moral bagi seorang remaja, Perkembangan spiritualitas, perkembangan intlektual dan emosional, proses.







LATAR BELAKANG
Perkembangan moral merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan itu sendiri merupakan proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah, dan bukan pada organ jasmani tersebut, sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada kemampuan organ psikologis (Purwati dan Nurwidodo.2000:22). Perkembangan moral hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan sosial, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan
Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Belajar itu sendiri memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki (Mudjiman.2008:73). Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Sehingga dapat diartikan bahwa, perkembangan moral merupakan perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konfensi mengenai apa yang yang seharusnya dilakukan okleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (desmita.2009:258). Hal ini juga sesuai dengan pendapat piaget dalam Desmita (2009:260) bahwa, hakikat moralitas yaitu kecenderungan untuk menerima sistem peraturan.
spiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup, yang memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif sehingga kita merasa sebagai satu pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan sepiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup, serta memungkinkan secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupan individu. Kecerdasan spiritual juga mampu menumbuhkan kesadaran bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara bertanggungjawab dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta memungkinkan menciptakan secara kreatif karya-karya baru.. Sedngkan ingersol dalam Desmita (2009:264) menyatakan, spiritualitas sebagai wujud karakter spiritual, kualitas atau sifat dasar dan upaya dalam berhubungan atau bersatu dengan tuhan.
Sehingga dapat diartikan bahwa, kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa seseorang yang beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inklusif, setuju dalam perbedaan (agree in disagreement), dan penuh toleran. Hal itu menunjukkan bahwa makna "spirituality" (keruhanian) disini tidak selalu berarti agama atau bertuhan. Sehingga dari kuti-kutipan diatas penulis memilih judul proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik karena, proses merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana sangat menentukan hasil atau pencaapain puncak dan akhirnya.

MAKNA PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK
1.      Makna Perkembangan Moral Peserta Didik
. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan. Perkembangan moral merupakan suatu kebutuhan yang penting bagi remaja dalam menemukan identitas dirinya, menghubungkan sikap personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang terjadi selama transisi, sehingga perkembangan moral dapat di artikan sebagai perkembangan yang berkaitan dengan aturaan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan oleh manusia dalam interaksi dengan orang lain (desmita,2009:258).
Dalam sistem moralitas, baik dan buruk dijabarkan secara kronologis mulai yang paling abstrak hingga yang lebih operasional. Nilai merupakan perangkat moralitas yang paling abstrak. Nilai merupakan suatu perangkat keyakinan atupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak kusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan dan prilaku (syahidin dkk.2009:239). Moral dapat berbentuk formula, peraturan, atau ketentuan pelaksanaan, misalnya saja etika belajar, etika mengajar dan lain sebagainya. Dilihat dari sumber nilai ataupun moral dapat diambil dari wahyu ilahiataupun dari budaya. Dengan demikian dapat diartikanbahwa, moral sama saja dengan akhlak manakala sumber atau produk budayasesuai dengan prinsip-prinsip akhlak (syahidin dkk.2009:239).
2.   Makna Perkembangan Spiritual Peserta Didik
Echoks dan Shadily dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata sepiritual berasal dari bahasa Inggris yaitu ”spirituality”. Kata dasarnya “spirit” yang berarti roh, jiwaa, semangat. Sedangkan Ingersoll dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata sepiritual berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti, luas atu dalam (breath), ketegu han hati atau keyakinan (caorage), energy atau semangat (vigor), dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata latin spiritualis yang berarti ”of the spirit” (kerohanian)
Menurut Aliah dan purwakania hasan dalam Desmita (2009:265) menyatakan spiritualitas memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas,  dengan kata kunci sebagai berikut :
a.       Meaning (makna). Makna merupkan sesuatu yang signifikan dalam kehidupan manusia, merasakan situasi, memiliki dan mengarah pada suatu tujuan.
b.      Values (nilai-nilai). Nilai-nilai adalah kpercayaa, standard an etika yang dihargai.
c.       Transcendence (transendensensi). Transendensi merupakan pengalaman, kesadaran dan penghargaan terhadap dimensi transendental bagi kehidupan di atas diri seseorang.
d.      connecting (bersambung). Bersambung adalah meningkatkan kesadaran terhadap hubungan dengan diri sendiri, orang lain, tuhan dan alam.
e.       Becoming (menjadi). Menjadi adalah membuka kehidupan yang menuntut refleksi dan pengalaman, termasuk siapa seseorang dan bagai mana seseorang mengetahui.
 Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa perkembangan spiritual adalah jiwa seorang manusia memiliki semangat dan memiliki kepercayaan yang dalam terhadap diiri sendiri, orang lain, tuhan dan alam, yang terjadi karena pengalaman dan kesadaran dalam kehidupan diatas diri seseorang. Sedangkan pendapat Fowler dalam Desmita (2009:279) menyebut spiritual atau kepercayaan suatu yang universal, ciri dari seluruh hidup, tindakan pengertian diri semua manusia, entah mereka menyatakan diri sebagai manusia yang percaya dan orang yang berkeagamaan atau sebagai orang yang tidak percaya sebagai apapun.
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SPIRITUAL
A.    Karakteristik perkembangan spiritualitas anak usia sekolah
Tahap mythic-literal faith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam desmita (2009:281), berpendapat bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan katagori-katagori baru. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif.
Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di mana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak.
B.  Karakteristik perkembangan spiritualitas remaja
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama  remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita (2009:283), pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya (significant others) dan dengan mayoritas lainya.

PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRUTYAL TERHADAP PENDIDIKAN     Untuk mengembangkan moral dan spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga mereka dapat menjadi manusia yang moralis dan religious.Sejatinya pendidikan tidak boleh menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya agar bisa survive dan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30).
       Strategi yang mungkin dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik yaitu sebagai berikut.
a.       Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan.
b.      Memberikan pendidikan moral secara langsung, yakni pendidikan moral dengan pendidikan pada nilai dan juga sifat selam jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat tersebut ke dalam kurikulum.
c.       Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk di cari.
d.      Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan.
e.       Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual paranting,seperti:
1.      Memupuk hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.
2.      Menanyakan kepada anak bagaimana tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari.
3.      Memberikan kesadaran kepada anak bahwa tuhan akan membimbing kita apabila kita meminta.
4.      Menyuruh anak merenungkan bahwa tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat apapun (Desmita,2009:287).

PROSES PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK
1.   Poses Perkembangan Moral Peserta Didik
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlbergdalam Desmita (2009:261) terdapat 3 tingkat dan 6 tahap diantaranya sebagai berikut :
Tingkatan perkembngan moral peserta didik yaitu :
1.    Perkenvensional moralitas. Pada level ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, yaitu menyenangkan (hadiah) atau menyakitkan, ( hukuman). Anak tidak melanggar aturan karena takut akan ancaman hukuman dari otoritas.
2.    Konvensional. Suatu perbuatan dinilai baik oleh anak apabila mematuhi harapan otoritas atau kelompok sebaya.
3.    Pasca konvensional. Pada level ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang sebagai tujuan akhir, tetapi di perlukan sebagai subjek. Anak mentaati aturan untuk menghindari hukuman kata hati.
Tahap perkembangan moral peserta didik yaitu :
1.      Orientasi kepatuhan dan hukuman pemahaman anak tentang baik dan buruk ditentukan oleh otoritas. Kepatuhan terhadap aturan adalah untuk menghindari hukuman dari otoritas.
2.      Orientasi hedonistic instrumental suatu perbuatan dinilai baik apabila berfungsi sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan diri.
3.      Orientasi anak yang baik tindakan berorientasikan pada orang lain. Suatu perbuatan dinilai baik apabila menyenangkan bagi orang lain.
4.      Orientasi keteraturan dan otoritas prilaku yang dinilai baik adalah menunaikan kewajiban, menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban sosial.
5.      Orientasi kontrol sosial legalistik ada semacam perjanjian antara dirinya dan lingkungan sosial. Perbuatan dinilai baik apabila sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
6.      Orientasi kata hati kebenaran ditemukan oleh kata hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika universal yang bersifat abstrak dan penghormatan terhadap martabat manusia

2. Proses Perkembangan Spiritual Peserta Didik
Teori Fowler dalam Desmita (2009:279) mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Dan ketujuh tahap perkembangan agama itu adalah :
1.      Tahap prima faith. Tahap keprcayaan ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh dari pengalaman relasi mutual. Berupa saling memberi dan menerima yang diritualisasikan dalam interaksi antara anak  dan pengasuhnya.
2.      Tahap intuitive-projective, yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil pengajaran dan contoh-contoh signivikan dari orang dewasa, anak kemudian berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian seponten serta gambaran intuitif  dan proyektifnya pafda ilahi.
3.      Tahap mythic-literal faith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya. Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi, orangtua atau penguasa, yang bertindak dengan sikap memerhatikan secara konsekuen, tegas dan jika perlu tegas. 
4.      Tahap synthetic-conventional faith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan remaja melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga keagamaan resmi kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan yang transenden melalui symbol dan upacara keagamaan yang dianggap sacral. Symbol-simbol identik kedalaman arti itu sendiri. Allah dipandang sebagai “pribadi lain” yang berperan penting dalam kehidupan mereka. Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang paling intim, yang tanpa syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen dalam diri remaja terhadap sang khalik    
5.      Tahap individuative- reflective faith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa dewasa awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal pada tahap ini memainkan peranan penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut Fowler dalam Desmita (2009:280) pada tahap ini ditandai dengan.
a.       Adanya kesadaran terhadap relativitas pandangan dunia yang diberikan orang lain, individu mengambil jarak kritis terhadap asumsi-asumsi sistem nilai terdahulu.
b.      Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas eksternal dengan munculnya “ego eksekutif” sebagai tanggung jawab dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan membantunya membentuk identitas diri. 
6.      Tahap Conjunctive-faith, disebut juga paradoxical-consolidation faith, yang dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan terintegrasi dengan symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan, yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang. 
7.      Tahap universalizing faith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada masa ini ditandai dengan munculnya sisitem kepercayaan transcendental untuk mencapai perasaan ketuhanan, serta adanya desentransasi diri dan pengosongan diri. Pristiwa-prisiwa konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks, sebaliknya, pada tahap ini orang mulai berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses pencarian kebenara ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam jangkauan universal yang paling lua.
KESIMPULAN
Sehingga dapat diartikan bahwa, perkembangan moral merupakan perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konfensi mengenai apa yang yang seharusnya dilakukan okleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain dan perkembangan spiritual adalah jiwa seorang manusia memiliki semangat dan memiliki kepercayaan yang dalam terhadap diiri sendiri, orang lain, tuhan dan alam, yang terjadi karena pengalaman dan kesadaran dalam kehidupan diatas diri seseorang. Dan proses perkembangan moral terjdi secara bertahap yaitu, Orientasi kepatuhan dan hukuman,Orientasi hedonistic instrumental suatu perbuatan, Orientasi anak yang baik tindakan berorientasikan pada orang lain,Orientasi keteraturan dan otoritas prilaku yang dinilai baik,Orientasi kontrol sosial legalistik ada semacam perjanjian antara dirinya dan lingkungan,Orientasi kata hati kebenaran ditemukan oleh kata hati. Dan tahapan moralitas yaitu, priml faith atau kepercayaan terpenting, intuitive-projective atau berdasarkan sifat proyeksi, mythic-literal faith atau mengartikan karakter kepercayaan, synthetic-conventional faith atau meniru kepercayaan adat, individuative- reflective faith atau individu dalam membayangkan kepercayaan. Conjunctive-faith atau kesadaran akan keterbatasan. Dan universalizing faith atau perasaan ketuhanan.



DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan pendidikan nilai. Bandung: CV. Alfabeta
Mudjiman, Haris. 2008. Belajar Mandiri. Surakarta : UNS (UNS pres)

Poerwati, Endang dan Nurwidodo. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FKIP – UMM.
Syahidin, dkk. 2009. Moral Kongnisi Islam. Bandung : CV Alvabeta 

SISTEM PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

SISTEM PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Di dalam konsep dasar perkambangan peserta didik terdapat hakikat perkembangan yang di dalamnya terdapat perkembangan, pertumbuhan, kematangan dan terdapat pula fase – fase perkembangan yang di dalamnya terdapat fase perkembangan yang didasarkan pada ciri biologis, konsep didaktis, psikologis, konsep tugas perkembangan, dan konsep islam. Selain itu terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan yang secara garis besarnya dapat dilihat dari dalam diri individu, luar individu, serta faktor umum dan yang terakhir adalah karakteristik umum perkembangan peserta didik, baik karekteristik anak usia SD, usia SMP, dan usia SMA, yang ke semua konsep dasar ini merupakan suatu sistem.
  Kata kunci: hakikat perkembangan, fase perkembangan, faktor yang mempengaruhi perkembangan, karekteristik perkembangan.

LATAR BELAKANG
            Sepanjang rentang kehidupannya manusia semenjak lahir sampai meninggal selalu mengalami perubahan, baik perubahan bentuk fisik maupun kemampuan mental psikologis. Perubahan tersebut terus berlangsung karena terjadinya sistem perkembangan yang di dalam sistem ada suatu konsep, konsep ini saling bergantung satu dengan yang lainnya. Bahkan terkadang dikacaukan pengertiannya. Secara sederhana perkembangan sebagai “ long – term change in a person growth, feelings, pattern of thinking, social relationship, and motor skills ( Seifert dan Hoffnung 1994; 8 ).
Sebagai manusia yang memiliki potensi kodrati, peserta didik memungkinkan untuk bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok manusia yang sempurna dan peserta didik adalah subjek yang otonom, memiliki motivasi, hasrat, ambisi, ekspresi, cita – cita, rasa senang, sedih sehingga dia adalah pesona. Setiap manusia mempunyai pasti mempunyai kapasitas jasmani dan rohani dalam menuju kesempurnaan ataupun kematangan. Oleh karena itu dalam menuju kesempurnaan ataupun kematangan baik secara langsung ataupun tidak langsung pasti terjadi suatu sistem perkembangan,yang didalamnya terdapat suatu konsep, tahap dan tugas perkembangan, dan faktor yang mempengaruhinya.



Konsep perkembangan peserta didik.
Istilah perkembangan merupakan sebuah konsep yang cukup kompleks, oleh sebab itu untuk dapat memahami konsep dasar perkembangan di perluakan konsep lain yang terkandung di dalamnya diantaranya: pertumbuhan, perkembangan dan kematangan.
Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis dari hasil proses kematangan fungsi – fungsi jasmani sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Pertumbuhan jasmani pada suatu organisme merupakan system yang dinamis, pertumbuhan jasmani dapat diteliti dengan mengukur berat badan, panjang, ukuran lingkaran ( kepala, pinggang, dada, lengan dan lain – lain ). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan yang bersifat kuantitatif yang mengacu pada jumlah, besar, serta luas yang bersifat konkret yang biasanya menyangkut ukuran dan struktur biologis. Selain itu pertumbuhan juga hasil dari proses kematangan fungsi – fungsi fisik yang berlangsung secara normal dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran sebagai akibat dari adanya perbanyakan ( Tanthowi, Ahmad  1993;10 ).
Perkembangan merupakan perkembangan tidaklah terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus – menerus dan bersifat tetap dari fungsi – fungsi jasmani dan rohani. Perkembangan menghasilkan bentuk – bentuk dan ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi dan bergeraknya secara berangsur tapi pasti, dan kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa pembuahan dan berakhir kematian. Selain itu perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ – organ jasmaniah, sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis. Proses perkembangan akan berlangsung sepanjang kehidupan manusia sedang proses pertumbuhan seringkali akan berhenti bila telah mencapai kematangan fisik. Perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulangi kembali ( Monks, F. J. 2001;9 ).
Kematangan merupakan pertumbuhan dan perkembangan berjalan secara selaras dan pada tahap – tahap tertentu yang menghasilkan suatu “ kematangan” baik kematangan jasmani ataupun kematangan mental. Kematangan mula – mula merupakn suatu hasil dari pada adanya perubahan – perubahan tertentu dan penyesuaian struktur pada diri individu, seperti adanya kematangan jaringan tubuh, saraf, dan kelenjar – kelenjar yang biasa disebut kematangan biologis, kematangan terjadi pula pada aspek – aspek psikis yang meliputi keadaan berpikir, rasa, kemauan dan lain – lain,akan tetapi kematangan psikis perlu latihan – latihan tertentu, misalnya pada saat anak masih berusia tiga tahun dianggap belum bisa untuk menangkap masalah yang bersifat abstrak, oleh karena itu anak pada uia belum bisa di beri pembelajaran tertentu yang sulit. Kematangan sebagai ( 1 ). perkembangan, proses mencapai kemasakan, ( 2 ). Proses perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies ( Chaplin 2002; 11 ).
Tahap dan tugas perkembangan peserta didik.
          Sejalan dengan perkembangan manusia yang mengikuti pola umum, meskipun terdapat perbedaan yang menyangkut irama dan tempo perkembangan. Secara umum tahapan perkembangan manusia melalui tiga tahap pokok sebagai berikut:
( 1 ). Tahapan perkembangan pada masa konsepsi.
( 2 ). Tahapan perkembangan pra – natal.
( 3 ). Dan tahapan perkembangan post – natal.
Dalam sebagai kupasan, para ahli biasanya lebih menekankan pada perkembangan post – natal saja mengingat bahwa tahapan perkembangan inilah yang tampak nyata teramati. Pada setiap tahapan perkembangan dalam kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar, dalam hal ini belajar tidak dalam pengertian skolastik ( sistem logika ) saja tetapi merupakan tugas belajar untuk menguasai kemampuan tertentu pada setiap tahapan perkembangan.
Dan tugas perkembangan yang muncul pada setiap periode perkmbangan merupakan keharusan yang universal yang idealnya berlaku secara otomatis seperti kegiatan belajar keterampila dalam melakukan sesuatu pada fase perkembangan tertentu yang lazim terjadi pada manusia normal, itulah yang disebut tugas perkembangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan adalah kemampuan atau keterampilan yang harus dikuasai atau dimiliki anak pada periode tertentu, adapun tugas perkembangan tersusun atas hal berikut:
( 1 ). Adanya kematangan fisik tertentu pada periode tertentu.
( 2 ). Adanya dorongan cita – cita psikologis manusia yang mengalami perkembangan itu sendiri.
( 3 ). Dan adanya tuntutan kultural dari masyarakat sekitar.

Faktor – faktor yang mempengaruhi konsep perkembangan peserta didik.
          Proses pertumbuhan dan perkembangan harus berjalan seiring dan merupakan proses yang tidak berdiri sendiri tetapi di pengaruhi oleh beberapa faktor ( Wardani, Susilo 1995;2 ), sebagai berikut:
( 1 ). Hereditas.
( 2 ). Lingkungan.
( 3 ). Kematangan fisik dan psikis.
( 4 ). Dan aktivitas anak sebagai subjek bebas yang mempunyai otoriter untuk membuat pilihan,      menerima, pilihan, atau menolak, serta memiliki emosi.  
Selain itu hereditas dan lingkungan merupakan dua faktor yang saling berinteraksi sebagai  sumber pengaruh perkembangan anak ( Anastasia 1998; 48 ).
            Akan tetapi masih ada faktor lain yang di lihat secara garis besarnya, yaitu :
1.      Faktor yang  berasal dari dalam individu.
Semenjak dalam kandungan, janin tumbuh menjadi besar dengan sendirinya, dengan kodrat – kodrat yang di kandungnya sendiri. Di antara faktor – faktor di dalam diri sangat berpengaruh terhadap perkembangan individu antara lain ; bakat atau bawaan, sifat keturunan, dorongan atau instink.
2.      Faktor yang berasal dari luar individu.
Perkembangan itu didorong dari dalam, akan tetapi dorongan itu dapat melaju ataupun mmelambat itu terjadi karena faktor – faktor luar yang mempengaruhi perkembangan antara lain ; makanan, iklim, kebudayaan, ekonomi, dan kedudukan anak serta lingkungan keluarga.
3.      Faktor umum.
Faktor umum disini maksudnya unsur – unsur yang dapat di golongkan ke dalam kedua penggolongan tersebut di atas, jika faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan itu merupakan campuran dari kedua unsur tersebut, faktor itu adalah intelegensi, jenis kelamin, kelenjar gondok, kesehatan, ras.
KESIMPULAN
          Meskipun dalam sistem perkembangan peserta didik terdapat pertumbuhan, perkembangan dan kematangan mempunyai perbedaan pengertian namun selalu harus dipahami bahwa semuanya merupakan proses yang saling tergantung dan saling mempengaruhi, misalnya ketika membahas perkembangan kecerdasan anak tak akan dapat lepas dari faktor fisiologis yang menunjang manifestasi kecerdasan itu sendiri. Pertumbuhan, perkembangan dan kematangan manusia mengikuti pola yang bersifat umum tetapi irama dan tempo perkembangan bersifat individual. Dan di dalam sistem perkembangan tersebut tahap dan tugas perkembangannya lebih menekankan pada tahap post – natal karena pada tahap ini yang nampak nyata teramati serta walaupun dalam sistem perkembangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor tapi memang benar karena setiap individu perkembangannya tidak sama.

DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, H. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar – Ruzz Media.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hartinah, Sitti. 2010. Pengembangan Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama.
Poerwati, Endang dan Nurwidodo. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FKIP – UMM.
Poerwati, Endang dan Nurwidodo. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FKIP – UMM.